Categories
Blog

Cetak Kader Unggul, Adaptif, dan Transformatif, PMII Komisariat Airlangga Surabaya Gelar Mapaba Raya

Dalam upaya mencetak kader-kader yang unggul, adaptif, dan transformatif di tengah disrupsi teknologi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Airlangga, Surabaya, menyelenggarakan Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) Raya, pada tanggal 14 sampai dengan 15 September 2024.

MAPABA Raya yang berlangsung di kantor MWCNU Sukolilo tersebut, diikuti dengan antusias oleh seluruh peserta, baik yang berasal dari tujuh rayon PMII Komisariat Airlangga, diantaranya Rayon Humaniora, Rayon Hukum, Rayon Vokasi, Rayon Ekonomi, Rayon Fisip, Rayon Kampus C, dan Rayon Kesehatan, maupun sejumlah peserta eksternal dari Universitas Negeri Surabaya, serta Institut Ahmad Dahlan Probolinggo.

Selain itu, MAPABA Raya kali ini mengusung tema “Membangun Karakter Insan yang Unggul, Aktif, Adaptif, dan Transformatif terhadap Disrupsi Teknologi”.

Ketua Panitia MAPABA Raya, Deri Bayu Setiawan menyampaikan bahwa masa penerimaan tersebut merupakan gerbang awal mahasiswa Universitas Airlangga yang berminat menjadi bagian dari PMII Komisariat Airlangga. 

“MAPABA Raya merupakan langkah pertama bagi peserta untuk berproses di PMII, hal ini yang mendasari diadakannya MAPABA Raya. Tidak hanya itu masa penerimaan anggota baru juga merupakan kaderisasi formal yang diinisiasi oleh Komisariat Airlangga untuk melatih profesionalitas calon kader PMII,” ucap Deri saat diwawancarai pada Minggu, (15/9/2024). 

“Selaras dengan tema yang telah kami usung, harapannya, Mapaba menjadi kawah candradimuka yang dapat mencetak kader unggul, adaptif, sekaligus transformatif di tengah era disrupsi teknologi,” imbuh Deri

Lebih lanjut, Deri mengungkapkan, agenda MAPABA Raya kali ini berlangsung lancar dan khidmat, mulai dari pembukaan sampai pada prosesi pembaiatan.

“Alhamdulillah agenda MAPABA Raya kali ini dapat dikatakan berjalan lancar dan khidmat. Mulai dari pembukaan, sampai dengan penutupan. Para peserta juga mengikuti secara tertib materi yang diberikan,” ungkap Deri.

Sementara itu, Ketua Rayon Ekonomi Airlangga (Elang), Mujahid Abdullah berharap MAPABA Raya 2024 ini dapat melahirkan kader-kader yang militan terhadap PMII, serta dapat memberikan ruang kepada para kader untuk berproses.

Sedangkan salah satu peserta, Netta Farania menuturkan, acara MAPABA Raya berlangsung sangat menyenangkan dan banyak antusias dari para peserta.

“Saya merasa senang dan antusias dalam mengikuti beberapa materi yang ada pada MAPABA Raya kali ini, karena menurut saya materi yang disampaikan sangat berguna untuk menggali soft skill saya, dan beberapa materi juga berlandaskan keagamaan,” tuturnya.

Categories
Blog

Tumbuhkan Semangat Pengabdian, PMII Komisariat Airlangga Gelar Sahabat Mengabdi

MALANG – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Airlangga menggelar kegiatan “Sahabat Mengabdi” di Desa Kalipare, Kota Malang pada tanggal 3 Agustus sampai dengan 5 Agustus 2024. Kegiatan tersebut merupakan kelanjutan dari tahun sebelumnya yang diselenggarakan pada tahun 2023 di lokasi yang sama, tepatnya di Desa Kalipare, Kabupaten Malang.

Perlu diketahui, Sahabat Mengabdi merupakan program kerja tahunan PMII Komisariat Airlangga di pengabdian masyarakat.

Mujahid Abdullah, selaku Ketua Rayon Ekonomi Airlangga (Elang) sekaligus Ketua Pelaksana Sahabat Mengabdi menyampaikan bahwa pengabdian masyarakat tersebut digelar sebagai ruang aktualisasi kader-kader PMII Komisariat Airlangga dalam berpartisipasi di tengah masyarakat. Selain itu, juga sebagai bentuk komitmen melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang ke-3 yakni, pengabdian kepada masyarakat.

“Ya tentunya, Kegiatan ini diadakan sebagai bentuk nyata kalau organisasi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, terlebih dalam menumbuhkan semangat pengabdian kepada seluruh kader PMII Komisariat Airlangga” ujar Mujahid saat diwawancarai pada Selasa, (6/8/2024).

“Selain itu, karena kegiatan dilaksanakan saat liburan kita juga mewadahi kader-kader yang sedang luang di masa liburan dengan memberikan kegiatan-kegiatan yang produktif seperti Sahabat Mengabdi ini” imbuh Mujahid.

Lebih lanjut, Mujahid menjelaskan bahwa fokus utama dalam pengabdian masyarakat tahun ini meliputi, ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Ia juga menyebut, ketiga bidang diprioritaskan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekaligus kapasitas keilmuan kader-kader PMII Komisariat Airlangga. 

“Ada beberapa bidang utama yang menjadi fokus kami mulai dari bidang ekonomi, kami memberikan pelatihan jual beli online, kemudian bidang pendidikan, kami mengajar di beberapa TPQ yang ada di desa, serta bidang kesehatan ada cek kesehatan gratis untuk masyarakat sekitar,” jelas Mujahid.

Ketua Rayon Elang juga mengapresiasi antusiasme kader-kader dalam mengikuti Sahabat Mengabdi kali ini. 

“Alhamdulillah, sebanyak 25 kader turut hadir mensukseskan agenda Sahabat Mengabdi tahun ini, semuanya kompak dan bersemangat mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir, meskipun menyita waktu liburan tapi bersedia meluangkan waktu untuk bermasyarakat,” ucap Mujahid.

Sementara itu, salah satu warga Desa Kalipare, Pak Dedy mengungkapkan rasa senangnya atas kehadiran kader-kader PMII Komisariat Airlangga di Desa Kalipare. Ia juga berharap silaturahmi terus terjalin dengan baik kedepannya. 

“Semoga sahabat-sahabati dapat terus melanjutkan hubungan ini dan terus memberikan dampak positif kepada masyarakat,” ungkap Dedy

Sahabat Mengabdi menjadi bentuk komitmen PMII Komisariat Airlangga untuk terus terjun dan berdampak positif terhadap masyarakat.

Penulis: Mujahid Abdullah

Categories
Blog

REFORMASI DIHABISI

“Hadiah Kemerdekaan RI ke-78 dari Bapak Presiden”

I. Pendahuluan

Tepat tiga hari setelah kemerdekaan negara republik indonesia ke-79, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada). Dalam putusan tersebut, MK menegaskan syarat batas usia minimal ketika seseorang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun walikota.

Terdapat tiga poin yang dinilai dapat merubah peta politik dalam putusan MK tersebut, yaitu ambang batas pencalonan kepala daerah di DPRD, mantan kepala daerah tidak dapat maju menjadi kepala daerah di wilayah yang sama, dan syarat batas usia minimal calon kepala daerah. Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan pemutus tertinggi pertentangan sebuah peraturan terhadap Undang Undang Dasar, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 24C ayat 1.

Meskipun begitu, badan legislasi (baleg) DPR diduga melakukan upaya untuk menganulir semua putusan MK melalui rapat pengesahan revisi Undang-Undang Pilkada. DPR menolak menjalankan keputusan MK dengan menyepakati angka 30 tahun sebagai batas minimal usia calon kepala daerah ketika dilantik. Keputusan ini bertentangan dengan putusan MK nomor 70/PUU-XXII/2024 yang menetapkan batasan umur kepala daerah berlaku saat penetapan calon. Pada saat yang sama, DPR hanya mengikuti keputusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024 terkait penghilangan batas kursi partai di DPRD untuk mengajukan calon kepala daerah, namun hanya diberlakukan untuk partai yang tidak memiliki kursi. Rangkaian peristiwa yang telah disebutkan tadi merupakan bentuk dari autocratic legalism dengan tujuan mengubah regulasi untuk melanggengkan kekuasaan elit politik tertentu.

Perubahan batas usia calon gubernur (cagub) di Indonesia menjadi isu yang memerlukan kajian mendalam, karena menyangkut prinsip-prinsip demokrasi, aksesibilitas kepemimpinan, dan keadilan dalam proses politik. Batas usia minimum untuk menjadi cagub memiliki implikasi besar, tidak hanya terhadap siapa yang berhak mencalonkan diri tetapi juga terhadap representasi generasi dan dinamika politik di tingkat daerah. Dengan munculnya wacana atau kasus perubahan batas usia tersebut, penting untuk mempertimbangkan berbagai aspek seperti legalitas, partisipasi politik, hingga dampaknya terhadap regenerasi kepemimpinan.

I. Konsep Dasar Autocratic Legalism

Secara bahasa, “autocratic legalism” terdiri dari dua kata utama, yaitu autocratic dan legalism. Autocratic berasal dari kata “autocracy,” yang berarti sistem pemerintahan dimana kekuasaan terkonsentrasi pada satu orang atau kelompok dengan wewenang absolut, tanpa adanya partisipasi publik yang signifikan. Lalu legalism memiliki arti penekanan berlebihan atau penggunaan ketat terhadap hukum atau aturan formal dalam menjalankan pemerintahan.

Secara istilah hukum, autocratic legalism merujuk pada penggunaan instrumen hukum untuk memperkuat kekuasaan otoriter. Dalam konteks ini, hukum yang seharusnya menjamin keadilan dan hak-hak demokratis justru diperalat untuk tujuan otoriter. Dalam praktiknya, penguasa yang mengadopsi autocratic legalism memanfaatkan celah hukum, mengubah undang-undang, atau menerapkan hukum secara selektif untuk menghambat oposisi, mempertahankan kekuasaan, dan membungkam kritik.

Autocratic legalism dalam praktiknya sering diimplementasikan melalui perubahan atau interpretasi ulang konstitusi untuk memperpanjang masa jabatan atau mempersempit hak-hak politik, pembuatan undang-undang represif yang menyasar kelompok-kelompok tertentu, seperti undang-undang terkait keamanan, teknologi informasi, atau kebebasan berkumpul, ataupun penggunaan hukum sebagai alat politik untuk menyerang atau mengkriminalisasi lawan politik melalui dakwaan yang dilegalkan.

Autocratic legalism pada dasarnya memiliki beberapa tujuan, diantaranya sebagai berikut:

  1. Mengkonsolidasi Kekuasaan
    • Rezim otoriter menggunakan perubahan undang-undang untuk mengukuhkan posisi mereka dan memperkuat kontrol atas lembaga-lembaga negara. Proses legislasi yang tergesa-gesa dan minim partisipasi publik dimanfaatkan untuk memudahkan agenda politik tertentu.
  2. Menghambat Oposisi
    • Hukum digunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi dan berkumpul, serta menghukum oposisi politik. Lembaga yudikatif sering dijadikan alat untuk melegitimasi tindakan pemerintah dan memidana pihak-pihak yang kritis.
  3. Memanipulasi Proses Demokrasi
    • Dalam konteks pemilu, autocratic legalism dapat terlihat dari penggunaan regulasi dan sumber daya negara untuk mempengaruhi hasil pemilu demi mempertahankan kekuasaan. Pemilu 2024 di Indonesia dikhawatirkan disiapkan untuk memudahkan kemenangan kelompok tertentu.
  4. Mengikis Prinsip Konstitusionalisme
    • Autocratic legalism mengesampingkan prinsip-prinsip konstitusionalisme dengan bertindak sewenang-wenang di balik dalih hukum. Pembentukan undang-undang penting sering dilakukan tanpa partisipasi publik yang memadai, menciptakan undang-undang yang lebih menguntungkan penguasa daripada masyarakat secara umum.

Ciri-ciri rezim yang terjangkit autocratic legalism adalah sebagai berikut:

  1. Menggunakan Hukum untuk Mempertahankan Kekuasaan
    • Rezim otoriter menggunakan perubahan undang-undang untuk mengkonsolidasi kekuasaan mereka secara legalistik namun manipulatif. Proses legislasi sering dilakukan secara tertutup dan tergesa-gesa, mengurangi transparansi dan akuntabilitas.
  2. Menghambat Partisipasi Publik
    • Pembentukan undang-undang cenderung tidak melibatkan masyarakat secara memadai. Dokumen perancangan undang-undang sulit diakses publik, dan pokok-pokok pembahasan tidak dipublikasikan luas, menghindari pengawasan publik.
  3. Mengintervensi Lembaga Negara
    • Hukum digunakan untuk mengendalikan lembaga-lembaga negara seperti yudikatif. Misalnya, dengan memberikan dasar bagi lembaga pengusul untuk melakukan recall terhadap hakim konstitusi, mengancam independensi dan imparsialitas lembaga tersebut.
  4. Membatasi Kebebasan Sipil
    • Hukum dimanfaatkan untuk membatasi kebebasan berekspresi dan berkumpul, serta menghukum oposisi politik. Lembaga yudikatif dijadikan alat untuk melegitimasi kebijakan pemerintah dan memidana pihak-pihak yang kritis.
  5. Mengikis Prinsip Konstitusionalisme
    • Autocratic legalism meninggalkan prinsip-prinsip konstitusionalisme dengan bertindak sewenang-wenang di balik dalih hukum. Pembentukan undang-undang penting sering dilakukan tanpa partisipasi publik yang memadai, menciptakan undang-undang yang lebih menguntungkan penguasa daripada masyarakat secara umum.

Sebagai penjelasan dan gambaran lebih lanjut mengenai autocratic legalism, berikut beberapa contoh praktik autocratic legalism di Indonesia.

  1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan
    • Undang-undang ini dinilai menggunakan autocratic legalism karena proses pembentukannya     cenderung            tertutup            dan      tergesa-gesa,  mengurangi transparansi        dan      akuntabilitas.   Substansi            UU       ini         juga lebih menguntungkan kepentingan penguasa daripada melindungi hak-hak dasar warga negara.
  2. Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi
    • Upaya revisi UU MK yang dilakukan DPR dinilai cacat formil karena tidak melibatkan partisipasi publik yang memadai. Revisi ini juga dianggap mengintervensi independensi lembaga peradilan dengan memberikan dasar bagi DPR untuk melakukan recall terhadap hakim konstitusi.
  3. Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law)
    • Pembentukan UU Cipta Kerja yang kontroversial ini menunjukkan gejala autocratic legalism, seperti minimnya partisipasi publik yang bermakna dalam proses legislasi. Mahkamah Konstitusi kemudian memutuskan bahwa pembentukan UU ini cacat formil.
  4. Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN)
    • UU IKN sejak awal pembentukannya dinilai mengandung autocratic legalism karena disahkan dalam waktu singkat (43 hari) tanpa partisipasi publik yang memadai. Revisi UU IKN terbaru juga mengandung “pasal sapu jagat” yang mengabaikan prinsip-prinsip konstitusionalisme

III. Praktik Autocratic Legalism dalam Momentum Pilpres dan Pilkada tahun 2024

Tahun 2024 menjadi momen krusial bagi perjalanan demokrasi Indonesia, di mana pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) digelar secara serentak. Sebagai tonggak penting dalam sistem demokrasi Indonesia, proses ini seharusnya menjamin terwujudnya pemerintahan yang adil, transparan, dan berlandaskan pada kehendak rakyat. Namun, berbagai indikasi menunjukkan adanya praktik autocratic legalism yang membayangi proses pemilu tersebut.

Jika kita menengok lagi ke belakang, tentu ingat jelas dengan gonjang-ganjing Mahkamah Konstitusi yang mengubah regulasi batas minimal usia bisa mendaftar sebagai capres/cawapres. Ketentuan yang diatur sebelumnya adalah diperbolehkan mendaftar apabila berusia minimal 40 tahun. Akan tetapi kemudian hal tersebut direvisi oleh MK dengan diberi tambahan diksi “kecuali jika pernah menjabat sebagai kepala daerah”.

Awal kecurigaan pun mulai timbul di masyarakat, mengingat ketika waktu itu usia Gibran (anak Jokowi) belum mencapai 40 tahun ditambah dengan statusnya sebagai seorang kepala daerah. Belum lagi posisi Anwar Usman (Ketua MK) semakin memperkuat adanya dugaan nepotisme. Beberapa waktu kemudian publik sama-sama tahu bahwa Gibran benar-benar maju sebagai wakil presiden bersama capres Prabowo dan berhasil memenangkan kontestasi Pilpres 2024.

Yang menjadi catatan penting dan inti permasalahan di sini sebenarnya bukan tentang siapa yang akan mencalonkan diri sebagai capres/cawapres, tetapi bagaimana kemudian regulasi dan undang-undang dengan mudahnya diubah-ubah, diotak-atik untuk kepentingan elit tertentu. Padahal, sama-sama kita tahu bahwa salah satu fungsi undang-undang adalah untuk melindungi hak-hak rakyat.

Tidak hanya berhenti di sana, praktik autocratic legalism juga jelas-jelas diterapkan untuk mensukseskan hajat elit politik tertentu dalam Pilkada mendatang. Dalam rangkaiannya, Anies Baswedan (Capres 01 yang telah kalah dalam kontestasi Pilpres) masih bisa maju di Pilkada DKI Jakarta. Akan tetapi kemudian hal ini terkendala aturan bahwa parpol yang bisa maju dalam Pilkada harus memiliki minimal 20% suara di DPRD DKI Jakarta. Sayangnya ketika itu parpol kubu pendukung 01 berpindah posisi ke kubu Ridwan Kamil, sehingga tersisa parpol PDIP Perjuangan dengan formasi 14% dalam DPRD. Alhasil Anies gagal maju sebagai calon kepala daerah DKI Jakarta.

Masalahnya, berdasarkan survey yang dilakukan, posisi Anies masih menjadi calon terkuat gubernur DKI dibandingkan Ridwan Kamil. Hal yang kemudian terjadi adalah munculnya calon independen di Pilkada DKI yang disinyalir hanya sebagai bentuk settingan agar Ridwan Kamil bisa menang. Keanehan yang muncul dari fenomena ini adalah calon independen ini berhasil mengumpulkan KTP warga DKI dengan jumlah banyak, padahal banyak warga DKI yang merasa tidak memberikan izin agar KTP mereka dicatut.

Sebelum kejadian tersebut, Mahkamah Agung juga melakukan pengubahan aturan terkait batas usia kepala daerah di angka 30 tahun bukan ketika mendaftar, tetapi ketika ia dilantik. Imbas dari peraturan ini adalah dapat majunya Kaesang (anak Jokowi) dalam kontestasi Pilkada padahal usianya belum mencapai 30 tahun.

Membaca dua keresahan tersebut, parpol Gelora dan Buruh mengajukan uji materi ke MK. Hasil uji materi MK adalah bahwa parpol hanya butuh 7,5% kursi di DPRD untuk mengikuti Pilkada dan batas usia calon cagub minimal 30 tahun saat pendaftaran masih berlaku. Kekhawatiran masyarakat mulai teratasi dengan adanya putusan tersebut. Namun, sehari setelahnya (21/8/2024) DPR RI tiba-tiba menggelar rapat mendadak yang disinyalir ditujukan untuk menganulir putusan MK. Konsekuensi logis dari peristiwa ini adalah kembali dapat majunya Kaesang sebagai calon gubernur padahal dengan status usia yang sebenarnya belum cukup.

IV.           Autocratic Legalism sebagai Upaya Pelanggengan Kekuasaan di Indonesia

Setelah meletusnya reformasi tahun 1998, Indonesia menyatakan diri memasuki babak demokrasi baru, era demokrasi yang lebih sehat, adil, dan sesuai nurani kemanusiaan. Lahirnya era reformasi sendiri tidak terlepas dari meluapnya pelanggaran terhadap demokrasi dan pengkhianatan konstitusi pada orde sebelumnya. Hal demikian mengisyaratkan adanya mimpi buruk rakyat Indonesia atas kesewenang-wenangan elit politik masa silam kemungkinan sampai saat ini masih menghantui sistem pemerintahan di Indonesia.

26 tahun Indonesia telah menginjakkan kaki dalam era reformasi. Rasanya perlu kembali dilakukan refleksi terkait praktik sistem demokrasi di Indonesia. Apakah cita-cita dan hajat besar bersama yang diamanatkan dalam diksi ‘reformasi’ telah sesuai dengan hakikat reformasi itu sendiri? Atau jangan-jangan reformasi kini hanya tinggal simbol belaka tetapi pada kenyataannya masih sama dengan era sebelumnya?

Beberapa rentetan peristiwa politik dimulai dari revisi UU KPK Nomor 19 tahun 2019 tentang pembatasan kewenangan KPK, pengesahan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) tahun 2020 terkait pemangkasan hak-hak pekerja, manipulasi regulasi dalam pemilihan umum tahun 2024 terkait batas usia wakil presiden, sampai dengan pengubahan batas usia calon gubernur dalam PILKADA 2024 merupakan wujud nyata autocratic legalism di Indonesia.

Autocratic legalism secara praksisnya merujuk pada upaya manipulasi hukum melalui konstituen-konstituen yang ada dalam rangka melanggengkan kekuasaan politik oleh elit tertentu. Fenomena nyata dari praktik autocratic legalism yang terjadi dalam jangka waktu dekat ini terlihat dari perubahan batas usia calon gubernur oleh Mahkamah Agung yang dipandang sebagai langkah untuk melancarkan kepentingan politik tertentu.

Autocratic legalism secara esensial mengaburkan batas antara hukum dan otoritarianisme. Ketika hukum yang seharusnya melindungi demokrasi justru diubah untuk melanggengkan kekuasaan, maka sistem tersebut kehilangan esensinya. Di Indonesia, praktik ini seringkali melibatkan perubahan regulasi yang tiba-tiba, seperti dalam kasus Pilkada, dengan tujuan memperkuat posisi aktor politik tertentu. Ketika aktor politik mendominasi institusi hukum, checks and balances menjadi tumpul, sehingga hukum hanya berfungsi sebagai alat legitimasi kekuasaan.

Fenomena ini tidak hanya merusak institusi hukum, tetapi juga mengikis partisipasi publik dalam demokrasi. Ketika hukum dipersepsikan sebagai alat elit, publik cenderung kehilangan kepercayaan pada proses politik dan hukum. Di sisi lain, kontrol terhadap peraturan juga memungkinkan kekuasaan terus dilanggengkan tanpa memperhitungkan aspirasi rakyat.

Dengan demikian, autocratic legalism menjadi strategi efektif dalam mempertahankan kekuasaan dengan kedok legalitas. Penting untuk dicatat bahwa langkah ini berpotensi membawa Indonesia ke arah sistem politik yang semakin otoriter, di mana hukum tidak lagi menjadi landasan keadilan, melainkan alat penguasa. Akhirnya, fenomena ini mengarah pada stagnasi politik dan melemahkan mekanisme akuntabilitas dalam demokrasi yang sehat.

Autocratic legalism, sebuah konsep dimana pemimpin otoriter menggunakan perangkat hukum untuk mempertahankan kekuasaan dengan tetap menjaga kesan legalitas, memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan rakyat. Di Indonesia, praktik-praktik autocratic legalism yang terjadi setelah Reformasi 1998 telah memperburuk kondisi demokrasi dan keadilan sosial. Meskipun negara ini secara resmi demokratis, autocratic legalism mengancam kebebasan sipil, transparansi, dan keadilan. Berikut ini beberapa dampak buruk dari autocratic legalism bagi rakyat Indonesia.

  1. Melemahkan Institusi Demokrasi
    • Autocratic legalism di Indonesia berdampak langsung pada pelemahan institusi demokrasi yang seharusnya menjaga keseimbangan kekuasaan. Contohnya adalah revisi UU KPK pada tahun 2019 yang secara signifikan mengurangi independensi lembaga antikorupsi ini. KPK yang sebelumnya merupakan benteng pemberantasan korupsi kini terancam kehilangan kredibilitas dan efektivitas. Pelemahan ini menunjukkan bahwa hukum tidak lagi berfungsi sebagai alat untuk memberantas korupsi, melainkan menjadi sarana untuk melindungi kepentingan elite yang berkuasa. Dampaknya adalah meningkatnya korupsi yang menghambat pembangunan dan merugikan rakyat secara luas.
  2. Ketidakadilan Sosial dan Ekonomi
    • Autocratic legalism juga berdampak buruk pada keadilan sosial dan ekonomi. Misalnya, pengesahan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang dinilai lebih menguntungkan pemodal besar daripada pekerja adalah contoh bagaimana regulasi yang dibuat untuk memperkuat kepentingan elite dapat merugikan rakyat kecil. UU ini mengurangi perlindungan bagi buruh dan pekerja, memperburuk ketimpangan sosial, dan memaksa mereka bekerja dalam kondisi yang kurang layak. Ketika hukum digunakan untuk mendukung kepentingan segelintir orang kaya, rakyat biasa kehilangan akses ke kesempatan yang adil dan peningkatan kesejahteraan.
  3. Pembatasan Kebebasan Berpendapat dan Hak Sipil
    • Salah satu efek buruk paling nyata dari autocratic legalism adalah pembatasan kebebasan berpendapat dan hak sipil. Di Indonesia, UU ITE sering digunakan sebagai alat untuk membungkam kritik dan oposisi terhadap pemerintah. Pasal-pasal seperti pencemaran nama baik dan ujaran kebencian seringkali ditafsirkan secara sempit untuk menjerat aktivis, jurnalis, dan warga yang vokal menyuarakan ketidakadilan. Akibatnya, rakyat menjadi takut untungnya mengkritik kebijakan pemerintah atau menyampaikan pendapat, yang berdampak pada menurunnya kualitas demokrasi dan partisipasi publik.
  4. Merosotnya Kepercayaan Publik terhadap Hukum dan Keadilan
    • Praktik autocratic legalism merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan keadilan. Ketika rakyat melihat bahwa hukum dapat dimanipulasi untuk kepentingan elite atau digunakan sebagai alat untuk mengendalikan oposisi, kepercayaan terhadap sistem hukum menjadi luntur. Ini menyebabkan munculnya sikap skeptis dan apatisme di masyarakat, di mana hukum dianggap sebagai alat kekuasaan daripada sarana untuk mencapai keadilan. Kehilangan kepercayaan ini berujung pada meningkatnya ketidakpuasan dan potensi instabilitas sosial.
  5. Menghambat Kemajuan Demokrasi
    • Autocratic legalism menciptakan ilusi demokrasi, di mana prosedur demokratis seperti pemilu tetap ada, tetapi substansi demokrasi—seperti persaingan yang adil, transparansi, dan akuntabilitas—dilumpuhkan. Pengaturan sistem pemilu yang bias dan manipulasi hukum untuk mempertahankan status quo membuat rakyat kehilangan peluang untuk memilih pemimpin yang benar-benar representatif. Hal ini menghambat perkembangan demokrasi yang sehat dan berkelanjutan, serta menutup peluang bagi perubahan yang lebih baik.

Autocratic legalism membawa dampak yang merugikan bagi rakyat Indonesia. Mulai dari pelemahan institusi demokrasi, ketidakadilan sosial dan ekonomi, pembatasan kebebasan berpendapat, hingga merosotnya kepercayaan terhadap hukum, praktik ini membahayakan kualitas kehidupan demokratis dan kesejahteraan rakyat. Meskipun praktik ini dilakukan dengan tampilan legalitas, pada intinya, autocratic legalism merusak tatanan sosial dan politik yang adil dan merata. Untuk menjaga demokrasi tetap hidup dan berfungsi sebagaimana mestinya, rakyat perlu terus waspada dan menolak bentuk-bentuk autocratic legalism yang mengancam hak-hak mereka.

V.        Erosi Nilai Demokrasi Melalui Manipulasi Hukum dalam Autocratic Legalism

Praktik autocratic legalism di Indonesia mau tidak mau telah mengakibatkan erosi pada nilai-nilai inti dalam demokrasi. Beberapa dampak utamanya adalah:

  1. Melemahkan Sistem Check and Balance
    • Prinsip check and balance dalam demokrasi bertujuan untuk memastikan bahwa kekuasaan tidak terpusat pada satu entitas saja. Namun, dengan adanya autocratic legalism, lembaga-lembaga seperti KPK, pengadilan, dan media massa menjadi rentan terhadap intervensi politik. KPK yang lemah, misalnya, tidak lagi mampu menjalankan fungsi pengawasan terhadap korupsi di level elit politik, yang mengakibatkan kekuasaan semakin terkonsentrasi tanpa pengawasan yang efektif.
  2. Penurunan Partisipasi dan Kepercayaan Publik
    • Ketika hukum dipakai untuk menekan oposisi dan suara kritis, rakyat merasa bahwa partisipasi politik mereka tidak lagi memiliki dampak signifikan. Kepercayaan publik terhadap sistem politik menurun karena hukum dianggap sebagai instrumen kekuasaan elit, bukan alat keadilan. Hal ini berujung pada apatisme politik dan menurunnya partisipasi dalam pemilu serta proses demokrasi lainnya.
  3. Penghilangan Kebebasan Sipil
    • Demokrasi yang sehat membutuhkan kebebasan berpendapat, kebebasan pers, dan kebebasan berkumpul. Namun, praktik autocratic legalism membatasi kebebasan-kebebasan ini melalui ancaman hukum dan kriminalisasi terhadap kritik. Masyarakat menjadi takut untuk menyuarakan pendapatnya karena khawatir dengan dampak hukum yang dihadapi, menghambat perdebatan publik yang terbuka dan sehat.
  4. Meningkatnya Ketidakadilan Sosial dan Ekonomi
    • Dengan hukum yang lebih memihak elite dan korporasi besar, ketimpangan sosial dan ekonomi semakin meningkat. Demokrasi seharusnya memastikan distribusi kesejahteraan yang adil dan setara, namun autocratic legalism mengarah pada sistem yang semakin timpang, di mana segelintir orang memiliki akses lebih besar terhadap sumber daya dan pengaruh politik.

Praktik autocratic legalism di Indonesia telah mengikis nilai-nilai dasar demokrasi seperti keadilan, kebebasan, partisipasi, dan transparansi. Meskipun tampilan demokrasi masih terjaga, substansinya mulai memudar akibat manipulasi hukum oleh elit politik untuk mempertahankan kekuasaan. Jika dibiarkan berlanjut, erosi ini dapat mengarah pada kembalinya otoritarianisme dalam bentuk yang lebih halus, tetapi tidak kalah represif. Untuk mempertahankan demokrasi yang sehat, diperlukan upaya untuk mengembalikan hukum pada fungsinya sebagai alat untuk mencapai keadilan, bukan sebagai alat kontrol kekuasaan.

VI.         Diterbitkannya Peringatan Darurat

Hingga saat ini, jagat maya masih diramaikan oleh postingan “Peringatan Darurat” yang bergambar garuda pancasila dengan latar belakang biru. postingan ini benar-benar memenuhi berbagai platform media sosial yang ada. Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat sedang ada upaya untuk menganulir putusan final dari MK. Jagat maya memang menjadi ruang yang riuh untuk membicarakan berbagai isu yang sedang terjadi saat ini.

Partisipasi publik menjadi satu kekuatan yang nantinya akan berdampak pada upaya-upaya perlawanan. Munculnya postingan peringatan darurat juga menjadi bentuk kemarahan publik akan ketidak sewenang-wenangan yang agaknya selalu dilakukan elit politik negeri ini. Tentu ini menjadi jalan panjang cerita keborokan pembajakan reformasi.

VII.          Penyikapan PMII Airlangga terhadap Praktik Autocratic Legalism di Indonesia

Dalam hal praktik kesewenang-wenangan pengubahan hukum dengan cara autocratic legalism tentu saja menjadi kekhawatiran bersama. Dalam hal ini, petinggi negara yang seharusnya mampu menjadi pionir dalam penegakan konstitusi justru berkhianat dan merampas hak-hak rakyat. Pengajuan RUU Pilkada oleh DPR dipandang tidak sejalan dengan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang dimiliki oleh PMII.

  1. Berdasarkan nilai Aswaja Tawasuth (Moderat) apa yang terjadi di pemerintahan tidak menunjukan nilai Tawasuth sebab terdapat indikasi keberpihakan pemerintah terhadap suatu kubu yang berkepentingan serta adanya inkonsistensi pemerintah dimana pada ajang Pilpres keputusan MK dianggap Final, sedangkan pada saat ini ada upaya untuk menganulir putusan dari MK.
  2. Berdasarkan Nilai Aswaja Tawazun (Keseimbangan) adanya campur tangan pemerintah terkait keberpihakan pada suatu kubu yang berkepentingan menimbulkan ketidakseimbangan dalam peta perpolitikan sehingga sangat bertentangan dengan nilai Tawazun.
  3. Berdasarkan Aswaja Ta’adul (Keadilan) upaya pembuatan RUU oleh DPR tidak mencerminkan aspek Ta’adul sebab hanya menjadikan rakyat sebagai komoditas politik untuk memuluskan kepentingan suatu pihak.
  4. Berdasarkan Aswaja Tasamuh (toleran) adanya indikasi pemerintah untuk melemahkan kubu oposisi lewat RUU pilkada oleh DPR menyalahi aswaja Tasamuh sebab akan mengurangi aspek keberagaman pandangan politik di dalam pemerintahan.

Selain bertentangan dengan nilai-nilai Aswaja, praktik autocratic legalism juga melanggar Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang dimiliki PMII. Pembuatan RUU Pilkada oleh DPR tidak mencerminkan nilai Hablum minannas sebab tidak didasari oleh nilai kemanusian dan keadilan. Hal tersebut diindikasikan dengan momen pengajuan RUU oleh DPR yang mendekati masa Pilkada D.K.I serta proses kajian yang dilakukan terkesan sangat singkat sehingga memunculkan spekulasi bahwa hal tersebut hanya dilakukan atas dasar suatu kepentingan tertentu.

V.            Tuntutan dan Pernyataan Sikap PMII Airlangga

Berdasarkan Aswaja dan Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang menjadi pedoman berorganisasi oleh PMII Airlangga, maka dengan ini PMII Komisariat Airlangga mendukung dan mengawal putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan N0. 70/PUU-XXII/2024 serta menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. PMII Komisariat Airlangga mengecam dan menolak segala bentuk Autocratic Legalism yang melanggengkan kepentingan kelompok tertentu
  2. PMII Komisariat Airlangga mendukung segala upaya untuk memperkuat kedaulatan rakyat dalam kehidupan berdemokrasi
  3. PMII Komisariat Airlangga berkomitmen untuk terus mengawal keputusan MK
  4. PMII Komisariat Airlangga menuntut KPU untuk menyesuaikan PKPU dengan putusan MK yang bersifat final dan mengikat
  5. PMII Komisariat Airlangga berkomitmen untuk mengawal proses demokrasi PILKADA sampai selesai.

VI.      Daftar Pustaka

Agung, S. (2024, May 2). “Menguak Tirai Otokrasi Hukum: Bagaimana Kekuasaan Membelenggu Demokrasi Indonesia”. (Universitas Islam Indonesia.

https://law.uii.ac.id/blog/2024/05/02/menguak-tirai-otokrasi-hukum-bagaimana-ke kuasaan-membelenggu-demokrasi-indonesia/ ).

Aspinall, Edward. (2020). “Democracy Eroding in Indonesia.” Journal of Southeast Asian Studies, 51(2), 287-302.

Butt, Simon. (2018). The Constitutional Court and Democracy in Indonesia. Brill.

Corrales, Javier. (2015). “Autocratic Legalism in Venezuela.” Journal of Democracy, 26(2), 37-51.

Ginsburg, Tom, & Moustafa, Tamir (Eds.). (2008). Rule by Law: The Politics of Courts in Authoritarian Regimes. Cambridge University Press.

Hadiz, Vedi R. (2017). Islamic Populism in Indonesia and the Middle East. Cambridge University Press.

Landau, David. (2013). “Abusive Constitutionalism.” UC Davis Law Review, 47(1), 189-260.

Levitsky, Steven, & Way, Lucan A. (2010). Competitive Authoritarianism: Hybrid Regimes After the Cold War. Cambridge University Press.

Mietzner, Marcus. (2019). “Authoritarian Innovations in Indonesia: Electoral Manipulation, Identity Politics, and Autocratic Legalism.” Democratization, 26(8), 1477-1495.

Scheppele, Kim Lane. (2013). “The Rule of Law and the Frankenstate: Why Governance Checklists Do Not Work.” Governance, 26(4), 559-562.

Setiyono, Budi, & McLeod, Ross H. (2010). “Civil Society Organisations’ Contribution to the Anti-Corruption Movement in Indonesia.” Bulletin of Indonesian Economic Studies, 46(3), 347-370. Winters, Jeffrey A. (2013). Oligarchy and Democracy in Indonesia. Routledge.

Categories
Blog

Pencopotan Dekan FK UNAIR, Cerminan Persekusi Kebebasan Berpendapat Di Ruang Akademik

Sebuah Kajian singkat PMII Rayon FISIP

Baru-baru ini kita mendengar pencopotan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Prof. Budi Santoso atau yang akrab disapa Prof BUS pada hari Rabu (3/7) silam oleh Rektor Universitas Airlangga. Pencopotan ini disinyalir karena penolakan yang dilakukan oleh Prof BUS terkait rencana Kementerian Kesehatan yang akan mendatangkan dokter asing. Tindakan yang dilakukan secara sepihak tanpa melewati banyak pertimbangan ini tentunya mendapat respons berupa kecaman dari berbagai pihak termasuk para sivitas akademika FK Unair dengan melakukan aksi damai di Gedung FK Unair Kampus A Universitas Airlangga pada hari Kamis (4/7). Mereka menuntut pimpinan Universitas Airlangga untuk mengembalikan Prof BUS sebagai Dekan FK Unair. 

Dugaan Maladministrasi yang Dilakukan oleh Rektor Unair

Rektor Universitas Airlangga Prof. Mohammad Nasih diduga melakukan maladministrasi karena pencopotan yang dilakukan kepada Prof BUS tidak berdasarkan ketentuan hukum pada Statuta Universitas Airlangga. Adapun berdasarkan PP No. 30 Tahun 2014 Tentang Statuta Universitas Airlangga pada Pasal 53 disebutkan bahwa Dekan dan Wakil Dekan dapat diberhentikan apabila berakhir masa jabatannya, meninggal dunia, mengundurkan diri, sakit permanen, sedang studi lanjut, dan/atau dipidana penjara. Dalam keputusan yang dilakukan oleh Rektorat dengan mencopot Prof BUS sebagai Dekan tidak sesuai dengan prasyarat yang ditentukan oleh statuta. 

Redupnya Kebebasan Berpendapat di Ruang Akademik

Keputusan sepihak yang dilakukan oleh Rektor Unair semata-mata adalah sebagai bentuk pengebirian secara perlahan atas kebebasan berpendapat di ruang akademik. Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi pada Pasal 8 butir (1) disebutkan bahwa “Dalam penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan”. Hukum di Indonesia sudah menjamin atas kebebasan berpendapat yang dilakukan oleh para sivitas akademika yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Statement yang disampaikan oleh Prof BUS sendiri sebagai seorang akademisi tentunya melalui berbagai pertimbangan akademis yang rasional. Universitas perlahan menjadi ruang yang tidak aman untuk mencapai kebenaran akademis. Padahal salah satu tujuan utama dibentuknya sekolah dan universitas adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam ruang akademis perbedaan pendapat adalah hal yang sangat lumrah, karena masing-masing dari para akademisi memiliki core belief yang berbeda. Perbedaan ini terjadi sebagai bentuk kekayaan ilmu pengetahuan, bahwasannya ilmu pengetahuan tidak dapat dilihat dari satu sisi. Kampus haruslah menjadi rumah yang memberikan energi bagi ilmu pengetahuan, bukan menjadi “neraka” bagi ilmu pengetahuan. Sebuah hal yang wajar kritik itu muncul di ruang akademik, pandangan yang muncul dari sisi seorang akademisi tidaklah mewakili kepentingan partisan melainkan kepentingan akademik, karena itulah tanggung jawab moral seorang akademisi yaitu menyuarakan kebenaran berdasarkan tinjauan akademisnya. Tidak sepantasnya justru seorang akademisi dibungkam saat ia menyuarakan pendapatnya di ruang akademik. Otoritas negara diharapkan semakin tegas dan berkomitmen untuk mengembalikan ruang kebebasan akademik kepada habitatnya sebagai penyeimbang ilmu pengetahuan dan realitas kehidupan. Bukan justru menjadi instrumen kepentingan penguasa demi menghindarkan diri dari para “pengganggu” kepentingan politiknya. 

Referensi:

Budiarti, I. (2024, July 5). Fakta-fakta Gubes, Dosen hingga Dokter FK Unair Kompak Mogok Bela Prof BUS. Retrieved July 8, 2024, from detikjatim website: https://www.detik.com/jatim/berita/d-7424011/fakta-fakta-gubes-dosen-hingga-dokter-fk-unair-kompak-mogok-bela-prof-bus

Wiratraman, H. P. (2024, July 7). Menjaga ”Rumah” Ilmuwan . Retrieved July 8, 2024, from kompas.id website: https://www.kompas.id/baca/opini/2024/07/07/menjaga-rumah-ilmuwan
Prawira, Y. (2024, July 5). Rektor Unair Berpotensi Maladministrasi Buntut Pencopot Dekan Fakultas Kedokteran. Retrieved July 8, 2024, from SINDOnews Daerah website: https://daerah.sindonews.com/read/1409605/704/rektor-unair-berpotensi-maladministrasi-buntut-pencopot-dekan-fakultas-kedokteran-1720159651.

Categories
Blog

Siapkan Kader Mujahid, PMII Komisariat Airlangga Gelar PKD

Dalam rangka mensukseskan kaderisasi, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Airlangga mengadakan  Pelatihan Kader Dasar (PKD) yang dilaksanakan pada Jumat-Senin (21-24 Juni 2024) bertempat di Trawas, Mojokerto. Kegiatan PKD PMII Komisariat Airlangga ini mengusung tema “Membentuk Kader Mujahid yang Adaptif dan Berintegritas dalam Lingkup Multikultural”. Dalam ranah digitalisasi dan multikultural, kader-kader dituntut untuk mampu beradaptasi dan mengikuti laju perkembangan teknologi informasi, tanpa mengesampingkan jati diri sebagai kader pergerakan.

Sebanyak 68 peserta telah mengikuti kegiatan PKD PMII Komisariat Airlangga. Para peserta tidak hanya berasal dari Universitas Airlangga saja,  beberapa peserta berasal  dari kampus di Jawa Timur, seperti Universitas Jember, Universitas Negeri Surabaya, dan Universitas PGRI Adi Buana Surabaya. 

Melalui sambutannya, Sahabat  Rozi selaku ketua pelaksana mengungkapkan bahwa PKD bukan hanya sekadar pelatihan semata, melainkan juga sebagai wadah untuk mengokohkan tekad dalam berkontribusi bagi masyarakat luas. Dengan demikian, nantinya kader akan siap saat dihadapkan pada lingkungan kehidupan bermasyarakat.

“PKD adalah momentum penting dalam proses kaderisasi, di mana kita akan memperdalam pemahaman tentang ideologi PMII, mengasah keterampilan kepemimpinan, berpikir kritis dan memperkuat komitmen kita terhadap nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah,” tuturnya. Sabtu (22/06/2024).

Kegiatan PKD ini juga menghadirkan para pemateri yang berangkat dari latar belakang beragam. DIantaranya para akademisi, praktisi, dan pejabat pemerintahan. Tentu mereka semua adalah para alumni yang senantiasa mendukung kemajuan PMII agar tercipta kader yang tanggap dan kritis dalam menyikapi fenomena sosial melalui beragam perspektif.

Saat dihubungi terpisah, sahabat Alfin, Ketua Komisariat PMII Airlangga berharap agar para kader dapat meningkatkan pemahaman dan kapasitas setelah PKD dilaksanakan. 

“Harapan saya, para kader mengalami progres baik secara ideologisasi ataupun kapasitas, karena setelah menerima 11 materi yang diberikan oleh narasumber yang berisi tentang materi ideologi sampai materi strategi taktis pengembangan, semua tidak lain dan tidak bukan untuk mewujudkan tujuan dari PKD itu sendiri, yaitu terbentuknya kader mujahid yang militan, loyal, berintegritas serta memiliki komitmen pada nilai nilai PMII.” Ungkapnya saat diwawancarai terpisah. Minggu (23/06/2024)

Perlu diketahui bahwa PKD merupakan pendidikan kaderisasi formal yang dilaksanakan setelah Masa Penerimaan Anggota Baru (Mapaba) yang tujuannya untuk membekali kader akan nilai ideologi PMII dan pengembangan organisasi. Diharapkan para kader PMII nantinya dapat mengimplementasikan berbagai ilmu yang telah didapatkan, tidak hanya pada PMII itu sendiri, tetapi terhadap masyarakat luas.

Penulis : Azzahra Dewa Isatilova
Editor : Imam Gazi Al Farizi

Categories
Blog

Ada Apa di Papua ?

Papua kembali menjadi sorotan publik, sesaat setelah banyaknya netizen mengunggah All Eyes on Papua di media sosial mereka. Hal ini merupakan buntut dari konflik gugatan yang dialami masyarakat adat Suku Awyu di Boven Digul Papua Selatan, dan Suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya. Konflik ini berawal dari ancaman alihfungsi hutan adat menjadi perkebunan sawit. Luasnya bukan main-main, 36 ribu hektar tanah akan dihabisi untuk nantinya dibangun perkebunan sawit oleh PT. Indo Asiana Lestari.

Menanti Keadilan di Mahkamah Agung

Senin, (27/5) para pejuang lingkungan hidup dari Suku Awyu dan Suku Moi Sigin menggelar aksi doa dan ritual di depan Gedung Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA). Aksi ini ditujukan agar MA membatalkan izin perkebunan sawit yang kini tengah digugat. Gugatan yang sebelumnya diajukan kepada Pemerintah Provinsi Papua berakhir kandas di pengadilan tingkat pertama dan kedua. MA menjadi harapan terakhir masyarakat Suku Awyu untuk bisa mempertahankan hutan adat yang sudah menjadi warisan leluhur mereka.

Perlu diketahui peristiwa deforestasi yang terjadi di papua ditengarai makin parah dan menghawatirkan. Catatan terakhir Sejak tahun 2001 hingga 2023, setidaknya provini Papua Barat kehilangan 331 kha hutan di tahun yang sama.

Bagi masyarakat Papua hal ini merupakan bentuk negasi atas penyingkiran hak hidup yang berkonsekuensi dengan ketimpangan, kekerasam, konflik hingga sigmatisasi. Selain itu deforestasi juga dapat dikategorikan sebagai culture genocide atau pemusnahan budaya. Hal ini dikarenakan hutan bagi orang Papua, selain sebagai identitas budaya dan ruang kehidupan, juga menyimpan berbagi nilai sejarah kehidupan dan sosial.

Dear Penguasa

Rasa-rasanya kok kalian nggak paham-paham ya, perihal pentingnya fungsi hutan. Gembar-gembor selama ini tentang dampak perubahan iklim agaknya hanya buah bibir dan bualan saja.

Papua, seharusnya dipahami dari pendekatan yang lebih khusus. Karena tentu latar belakang ekosistem budaya, ekologi serta politik yang berbeda dengan wilayah lain di Indonesia. Pengelolaan sumber daya alam yang menghormati hak-hak masyarakat adat dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dapat dijadikan bagian dari upaya memperbaiki hubungan masyarakat papua dengan kalian wahai para penguasa.

Penulis : Imam Gazi Al Farizi

Categories
Blog

AI di Era Digital: Membantu atau Membodohi Mahasiswa?

Di era digital ini, Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan bagaikan pisau bermata dua bagi mahasiswa. Di satu sisi, AI menawarkan berbagai kemudahan dan peluang untuk meningkatkan efektivitas belajar. Di sisi lain, AI juga menimbulkan kekhawatiran tentang potensi ketergantungan dan dampak negatifnya pada kualitas pembelajaran dan pengembangan diri mahasiswa.

Perdebatan tentang penggunaan AI dalam mengerjakan tugas menjadi topik hangat di kalangan mahasiswa. Beberapa mahasiswa beranggapan bahwa penggunaan AI untuk mengerjakan tugas, seperti plagiarisme otomatis, menerjemahkan teks secara instan, atau menjawab pertanyaan dengan ChatGPT, adalah cara yang curang dan tidak etis. Mereka berpendapat bahwa hal ini dapat melemahkan kemampuan berpikir kritis, analisa, dan problem solving, yang merupakan soft skills penting bagi mahasiswa.

Di sisi lain, beberapa mahasiswa lain berpendapat bahwa AI dapat menjadi alat bantu yang bermanfaat untuk menyelesaikan tugas dengan lebih cepat dan efisien. Mereka berargumen bahwa AI dapat membantu mereka untuk fokus pada aspek yang lebih kompleks dari tugas, seperti menganalisis data, menyusun argumen, dan mencari solusi kreatif.

Lalu, bagaimana seharusnya mahasiswa menyikapi AI?

Berikut beberapa tips untuk menggunakan AI secara bijak dalam perkuliahan:

  • Gunakan AI untuk melengkapi pembelajaran, bukan menggantikannya. AI dapat membantu kamu untuk memahami konsep yang sulit, mencari informasi dengan cepat, dan menyelesaikan tugas dengan lebih efisien. Namun, jangan gunakan AI untuk menggantikan proses belajar mandiri dan kritis.
  • Tetaplah kreatif dan inovatif. AI tidak dapat menggantikan kemampuan berpikir kreatif dan inovatifmu. Gunakan AI sebagai alat bantu untuk mengembangkan ide-ide baru dan menyelesaikan masalah dengan cara yang kreatif.
  • Jaga etika dalam penggunaan AI. Jangan gunakan AI untuk mencontek atau melakukan plagiarisme. Gunakan AI dengan bertanggung jawab dan hormati hak cipta orang lain.
  • Kembangkan soft skills yang dibutuhkan di era digital. Selain kemampuan teknis, mahasiswa juga perlu mengembangkan soft skills seperti komunikasi, kolaborasi, dan problem solving. AI tidak dapat menggantikan soft skills ini, dan soft skills ini sangat penting untuk kesuksesan di masa depan.

Kesimpulannya, AI adalah teknologi yang memiliki potensi besar untuk membantu mahasiswa dalam proses belajar. Namun, penting bagi mahasiswa untuk menggunakan AI secara bijak dan bertanggung jawab. Jangan biarkan AI membodohimu, tapi gunakan AI untuk menjadi mahasiswa yang lebih cerdas, kreatif, dan inovatif.

Ingatlah, kunci utama dalam pembelajaran adalah usaha dan dedikasi. AI dapat membantu, tapi tidak dapat menggantikan usahamu sendiri.

Sumber informasi:

Categories
Blog

Islam Wasathiyah dalam Bingkai Demokrasi di Indonesia

Sekilas Tentang Islam Wasathiyah
Islam Wasathiyah mulai berkembang pada medio abad ke-21 masehi sebagai sebuah diskursus yang menjadi penentu posisi Islam dan kaum muslimin pada manifestasi kehidupan sosial politik. Islam Wasathiyah merupakan manifestasi dari nilai Ahlussunnah wal Jamaah yakni Tawassuth. Terminologi Wasathiyah berakar dari kata wasat, yang berarti pertengahan sehingga Wasathiyah diterjemahkan sebagai sebuah sikap pertengahan. Dalam rumusan kebahasaan berdasarkan KBBI, Wasathiyah memiliki arti moderat. Islam Wasathiyah atau Islam Moderat memberikan penegasan positioning umat islam yang tidak memiliki kecenderungan kepada satu pihak (prinsip keterbukaan), dan menghindarkan pada perilaku yang ekstrim. Sederhananya, prinsip Islam Wasathiyah akan mengambil jalan tengah dari diversitas spektrum ideologi dengan kembali kepada pedoman Al-Qur’an dan Sunnah. Tujuan dari Islam Wasathiyah adalah supaya umat islam dapat terhindar dari tindakan radikalisme dan fundamentalisme dalam beragama serta menciptakan Ummatan Wasathan dan Islam Rahmatan lil ‘Alamin.

Demokrasi dalam Konsepsi Islam Wasathiyah
Ada banyak pendapat mengenai konsepsi daripada demokrasi itu sendiri. Ada yang mengatakan bahwa demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, ada juga yang mengungkapkan bahwa demokrasi adalah rule by the people. Namun, benang merah dari banyak argumen di atas adalah dalam rangka menjunjung people sovereignty (kedaulatan rakyat). Terdapat beberapa prasyarat untuk membangun demokrasi menurut K.H Marsudi Syuhud, pertama wujubu al-syuro al wulati al-umur (melaksanakan hasil konsensus/kesepakatan bersama), kedua al-masuliyyah al-fardhiyyah (adanya perlindungan hak-hak warga negara), ketiga umumi al-huquq baina al-nas (aktivitas bernegara harus menyangkut kepentingan bersama, keempat at-tadhomu baina ar-ra’yati ala ikhtilafi ath-thawaif wa at-tabaqat (menghormati perbedaan pendapat). Ummatan Wasathan dalam kerangka konseptual Islam Wasathiyah secara fundamental menerangkan tentang pentingnya menciptakan tatanan masyarakat yang moderat, berefleksi pada perilaku berkehidupan yang harmonis dan berkeseimbangan. Esensi Ummatan Wasathan sendiri telah menjadi prinsip dalam bertindak adil pada konstruksi kehidupan sosial-politik. Memiliki sikap yang bijak, adil, terbuka, humanis, dan toleran terhadap pluralitas identitas sosial-politik, mau mendengar, dan tidak bersikap menindas terhadap kaum marginal sehingga terciptanya kehidupan yang ajeg dan rukun. Prinsip-prinsip yang tercermin dan saling berkorelasi dalam penerapan demokrasi yang ideal serta memiliki implikasi yang nyata bagi setiap anggota masyarakat.

Tinjauan Argumentasi
Dalam kehidupan berdemokrasi hari ini, justru bangsa kita berada diantara dua kemungkinan, apakah menuju jalur yang konstruktif sebagai jalan menuju konsolidasi demokrasi yang mapan, atau justru yang terjadi adalah democratic backsliding (kemunduran demokrasi)? Bagaimanapun juga, kita pasti mengharapkan kehidupan demokrasi yang benar-benar settle. Lantas dengan cara apa kita bisa melalui itu? salah satu solusinya adalah dengan mengimplementasikan nilai Islam Wasathiyah sebagai nilai moral dan paradigma berpikir. Melalui nilai-nilai yang terkandung dalam Islam Wasathiyah, kita dapat mampu untuk menghidupkan bangsa secara proaktif. Negara yang sudah terkonsepsi secara fundamental melalui Pancasila dan UUD 1945 semestinya bergerak secara integral guna menciptakan bangsa Indonesia yang demokratis. Islam Wasathiyah sudah sepatutnya tidak hanya dimaknai sebagai sebuah wacana simbolik semata. Lebih daripada itu, Islam Wasathiyah adalah sebuah nilai yang mampu membumi dan terinternalisasi dalam kehidupan umat islam secara kolektif. Tantangan sosial-politik dewasa ini, membuat pandangan umat islam di Indonesia berada pada posisi yang dilematis. Dimana hal yang seharusnya dan senyatanya justru acapkali berbanding terbalik. Sudah sepatutnya dan sepantasnya umat islam menjadi katalis yang membangun peradaban beragama yang inklusif dan toleran baik sesama pengikutnya maupun agama lain. Dengan hadirnya agenda Islam Wasathiyah ini umat islam harus benar-benar menentukan stance-nya dengan benar, apakah ingin teguh dengan prinsip islam yang benar atau tenggelam dalam samudera kemungkaran.

Penulis: Dzaki Janiero

Categories
Blog

Launching Website pmiiairlangga.or.id

Membangun Kesuksesan dengan Peluncuran Website yang Efektif: Panduan Lengkap untuk Meraih Target Anda

Dalam era digital yang terus berkembang, memiliki kehadiran online yang kuat adalah kunci untuk kesuksesan bisnis. Salah satu langkah penting dalam membangun kehadiran digital yang kuat adalah dengan meluncurkan situs web yang efektif. Peluncuran situs web yang sukses membutuhkan perencanaan yang cermat, eksekusi yang terukur, dan strategi pemasaran yang efektif. Dalam panduan ini, kita akan membahas langkah-langkah penting dalam mempersiapkan dan meluncurkan situs web Anda, serta strategi untuk meningkatkan visibilitas dan keterlibatan pengguna setelah peluncuran.

Tahapan Persiapan Sebelum Peluncuran

  1. Penetapan Tujuan dan Sasaran: Langkah pertama dalam mempersiapkan peluncuran situs web adalah memahami tujuan bisnis Anda dan menetapkan sasaran yang jelas untuk situs web baru Anda. Apakah tujuan Anda meningkatkan penjualan, meningkatkan kesadaran merek, atau menyediakan platform untuk interaksi pelanggan? Tujuan yang jelas akan membimbing seluruh proses peluncuran.
  2. Penelitian Pasar dan Audiens: Memahami pasar target Anda dan audiens potensial sangat penting. Identifikasi kebutuhan, preferensi, dan perilaku target audiens Anda untuk memastikan bahwa situs web Anda dirancang dengan tepat dan menawarkan nilai yang sesuai.
  3. Pemilihan Platform dan Pembangunan Situs: Pilihlah platform yang sesuai dengan kebutuhan bisnis Anda. Apakah Anda membutuhkan situs web sederhana dengan fitur dasar atau platform e-commerce yang canggih? Setelah memilih platform, bangunlah situs web Anda dengan desain yang menarik, fungsionalitas yang solid, dan pengalaman pengguna yang intuitif.
  4. Optimasi SEO: Mulailah memikirkan optimasi mesin pencari (SEO) sejak awal. Pilih kata kunci yang relevan, buat konten berkualitas tinggi, dan pastikan struktur situs web Anda ramah SEO untuk meningkatkan visibilitas di hasil pencarian.
  5. Pengujian dan Debugging: Sebelum meluncurkan situs web secara resmi, pastikan untuk menguji setiap aspeknya secara menyeluruh. Periksa kembali fungsionalitas, kompatibilitas lintas perangkat, dan kecepatan muat untuk memastikan pengalaman pengguna yang optimal.

Proses Peluncuran

  1. Pemetaan Domain dan Hosting: Pilih nama domain yang sesuai dengan merek Anda dan daftarkan melalui penyedia domain terpercaya. Selanjutnya, pilih layanan hosting yang andal untuk menyimpan dan mengelola situs web Anda.
  2. Optimasi Kecepatan dan Kinerja: Optimalkan kecepatan dan kinerja situs web Anda dengan memanfaatkan teknik seperti kompresi gambar, caching, dan minifikasi kode. Pengalaman pengguna yang cepat dan responsif akan meningkatkan retensi pengunjung.
  3. Peluncuran Beta: Sebelum peluncuran resmi, pertimbangkan untuk melakukan peluncuran beta terbatas. Undang pengguna terpilih untuk mengakses situs web Anda dalam tahap beta dan minta umpan balik mereka untuk melakukan penyesuaian terakhir sebelum peluncuran publik.
  4. Pemasaran Pra-Peluncuran: Bangun kegembiraan sebelum peluncuran dengan mengimplementasikan strategi pemasaran pra-peluncuran. Gunakan media sosial, email, dan konten teaser untuk menginformasikan audiens tentang peluncuran mendatang dan menarik minat mereka.
  5. Peluncuran Resmi: Setelah semua persiapan selesai, lakukan peluncuran resmi situs web Anda. Pastikan untuk mempromosikan peluncuran di seluruh saluran pemasaran Anda dan berikan akses kepada semua pengunjung yang tertarik.

Strategi Pemasaran Pasca-Peluncuran

  1. Konten Berkualitas: Teruslah memperbarui situs web Anda dengan konten berkualitas tinggi yang relevan dengan audiens target Anda. Gunakan blog, artikel, dan konten multimedia untuk mempertahankan minat pengunjung dan meningkatkan visibilitas di mesin pencari.
  2. Interaksi Sosial: Manfaatkan kekuatan media sosial untuk membangun komunitas online yang aktif. Bagikan konten situs web Anda secara teratur dan berinteraksi dengan pengikut Anda untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan keterlibatan.
  3. Analisis dan Optimasi: Terus pantau kinerja situs web Anda menggunakan alat analisis web seperti Google Analytics. Identifikasi pola pengunjung, perilaku pengguna, dan kinerja konten untuk mengidentifikasi peluang optimasi dan meningkatkan pengalaman pengguna.
  4. Pemasaran Berbayar: Pertimbangkan untuk mengalokasikan anggaran untuk kampanye pemasaran berbayar seperti iklan Google Ads atau kampanye media sosial berbayar. Strategi ini dapat membantu meningkatkan visibilitas situs web Anda dan menarik lalu lintas yang lebih besar.
  5. Pengembangan Lanjutan: Teruslah mengembangkan situs web Anda dengan menambahkan fitur baru, memperbarui desain, dan meningkatkan fungsionalitas. Tetap relevan dengan tren industri dan kebutuhan pengguna untuk memastikan kesuksesan jangka panjang.

Kesimpulan

Peluncuran situs web adalah langkah penting dalam membangun kehadiran online yang kuat dan sukses. Dengan persiapan yang cermat, eksekusi yang terukur, dan strategi pemasaran yang efektif, Anda dapat mencapai tujuan bisnis Anda dan membangun hubungan yang kuat dengan audiens Anda. Teruslah memantau, mengevaluasi, dan mengoptimalkan kinerja situs web Anda untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dan kesuksesan jangka panjang.